Rabu, 12 Maret 2014

SAYA DAN UTANG PIUTANGKU

Pernahkah teman-teman telibat pada urusan hutang piutang?
Saya mau curhat nih, curhat atas kejengkelanku selama ini, kalau boleh minta saran dan tanggapannya ya! Saya punya teman, malahan ku anggap dia itu sudah masuk kategori sobat atau sahabat. Seperti layaknya dua orang saling bersahabatan, diantara kami tak pernah terjadi yang namanya berselisih faham, kami biasa saling berbagi dalam suka maupun duka susah maupun senang. Disaat saya punya rizki tak segan-segan saya selalu berbagi mengajaknya jalan dan makan-makan, begitu pun sebaliknya. Sampai suatu ketika, dia mengalami kesulitan dari segi financial dan berniat meminjam sejumlah uang pada saya.
Sebagai sahabatnya tentu saya tak tega melihat keadaannya, saya pun akhirnya memberinya pinjaman sejumlah uang, selama saya mampu kenapa enggak?

"Bantulah sesuai kemampuanmu dengan hati yang tulus ikhlas orang yang membutuhkan pertolongan. Pinjamilah barang atau uang kepada orang yang datang  meminjam kepadamu. Sebaliknya, kembalikanlah segala sesuatu yang telah engkau pinjam sesegera mungkin, dan dalam kondisi sebagaimana semula, kemudian berterimakasihlah". Begitulah etika, budaya, dan agama mengajariku :)
Ya, atas dasar inilah akhirnya saya membantunya, apalagi saya ini orangnya mudah dihipnotis oleh rasa kasian, suka enggak tegaan terhadap orang, kadang suka sok-sok jaga perasaan orang padahal diri sendiri enggak nyaman, dalam kehidupan sehari-haripun saya lebih sering berucap "ya sudah lah" hehe...

Tapi, :( gara-gara utang piutang ini, persahabatan kami sedikit renggang.
Sore tadi saya teringat lagi akan piutang sahabatku, saya mencoba menagihnya via sms seperti yang sudah-sudah ku lakukan bulan-bulan ke belakang, tapi seperti biasa jawaban yang ku dapat "can aya duitna Yud, insya Allah bulan hareup sugan aya" (belum ada uang Yud, insya Allah semoga bulan depan ada). Itu-itu saja jawaban yang selalu ku terima, kenyataannya? Saat bulan depan ditagih, jawabannya selalu sama, "ke bulan hareup" atau "can aya duit euy" bulan berikutnya masih juga berjanji akan membayarnya bulan depan, begitu dan begitu terus, cuma janji-janji via sms dan kebanyakan alasan, kalau disms enggak cepat dibalas, dibalaspun hanya satu kali dua kali sudah, mencoba meminta kepastian malah diam saja. Bukannya dia enggak punya uang karena dia juga punya pekerjaan, tapi entahlah kenapa sulit sekali ditagih, padahal saya sudah menyarankannya untuk menyicilnya tanpa harus langsung membayarnya sekaligus. Tapi ya sudah lah mungkin maksud sesungguhnya dari kata "bulan hareup/bulan depan" adalah, akan membayar hutangnya saat hari kiamat tiba. :-/

Untuk sahabatku yang jauh disana, "Heh sob, gening silaing kitu? Harita kuring percaya sapenuhna ka didinya, tapi naha bet silaing nyeleweng kieu?" ( hai sahabatku, kenapa jadi begitu? Dulu aku percaya sepenuhnya sama kamu, tapi kenapa kok kamu jadi nyeleweng begini?).
Sebenarnya saya sudah pasrah dan kembali mulut ini berucap "ya sudah lah" hari ini ikhlas akan perlakuanmu tapi beberapa bulan kemudian teringat lagi untuk menagihmu, maafkan saya sahabatmu. Jujur saya ingin segera memperbaiki persahabatan kita gara-gara hutang piutang ini, butuh kesadaran dan pengertian diantara kita.

Saya menulis ini bukan untuk sok-sokan, tapi buat pembelajaran bagi kita untuk tidak melupakan yang namanya hutang karena nanti juga di akhirat kita akan dimintai pertanggung jawabanNya. Jangan sampai menyepelekan yang namanya kepercayaan! Jangan sampai krisis kepercayaan jadi berkepanjangan gara-gara hutang piutang seperti yang saya alami sekarang :(

Tidak ada komentar:

Posting Komentar